Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Rabu, 28 Maret 2012

0 Adat perkawinan di Jawa

Suku Jawa mempunyai banyak aturan adat dan tata cara perkawinan. Adat perkawinan pada suku Jawa dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu adat pesisiran (adat loran) dan adat pedalaman (adat kidulan). Adat perkawinan Jawa pesisiran dipengaruhi budaya Arab dan Cina, sedangkan adat perkawinan Jawa di daerah kidulan sangat dipengaruhi oleh budaya Hindu, Buddha, dan Kejawen. Selain itu, tata tertib, tata ras, pakaian, upacara perkawinan di kalangan suku Jawa terutama dipengaruhi oleh adat Keraton Solo dan Yogyakarta. Hal ini disebabkan pada masa penjajahan, kedua keraton itulah yang menjadi pusat adat dan panutan budaya upacara. Pada masyarakat Jawa pertimbangan dalam memilih calon menantu berdasarkan bibit, bebet, dan bobot. Pertimbangan bibit, bebet, dan bobot merupakan dasar pertimbangan apakah si calon menantu berasal dari keluarga baik-baik, berperangai baik, dan berada pada kondisi sosial ekonomi keluarga yang setara. Kalau perhitungan dari segi ini telah memenuhi keinginan, hal berikutnya yang dilakukan adalah nontoni, artinya kesempatan melihat wajah si gadis. Apabila sudah terdapat kecocokan, keluarga pemuda mengirim utusan untuk mengajukan lamaran dan penyerahan paningset (tanda ikatan) berupa seperangkat pakaian terdiri atas kebaya/bahannya, kain batik, selendang, selop, dan juga perhiasan. Upacara memberikan paningset disebut srah-srahan.

Langkah berikutnya adalah menentukan hari baik dan bulan baik dan umumnya diserahkan kepada keluarga wanita karena sebagai penyelenggara upacara perkawinan. Selama menunggu upacara perkawinan, si gadis harus membatasi pergaulan dengan pria lain karena pada saat itu sudah dalam keadaan terikat. Tiga hari menjelang upacara perkawinan, keluarga calon pengantin pria datang ke rumah orang tua calon pengantin wanita untuk menyerahkan asak tukon (barang-barang keperluan peralatan perkawinan). Penyerahan asak tukon ini umumnya dilakukan bersama dengan upacara pasang tarub (tanda penutup halaman) untuk para undangan. Pemasangan tarub dimulai dengan memasang bleketepe, yakni semacam tirai terbuat dari anyaman daun kelapa. Yang memasang  bleketepe harus orang tua dari keluarga pengantin wanita. Upacara pemasangan tarub hampir selalu dilakukan bersama dengan sesaji tulak udan (sesaji untuk menolak hujan). Sementara itu, si calon pengantin wanita sejak lima hari atau sepasar sebelum hari pernikahan sudah harus dipingit. Selama dipingit si gadis harus berpantang terhadap makanan tertentu. Gadis itu harus minum ramuan jamu-jamu khusus demi kebahagiaan pada malam pertamanya. Ia tidak boleh makan umbi mentah, pisang ambon, mentimun, dan mengurangi makan pedas.


Si gadis juga harus selalu mandi dengan lulur serta mangir agar kulitnya halus dan wangi. Selama lima hari dianjurkan agar tidak tidur sebelum pukul 12 malam dan harus bangun pagi sebelum ayam jantan berkokok. Semua dilakukan dalam rangka tirakat agar kelak hidupnya mendapat keberuntungan dan kemuliaan.
Sehari sebelum upacara perkawinan, pengantin wanita dimandikan dengan air bunga (upacara siraman). Untuk mengguyur air kembang ke kepala dan tubuh calon pengantin wanita, dipilih tujuh orang tua dari pihak keluarga wanita. Selama menjalani upacara adat siraman, calon pengantin itu memakai kain telesan yang dililitkan sampai sebatas dada. Malam harinya diselenggarakan upacara selamatan yang dihadapi oleh keluarga pihak



wanita dan keluarga calon pengantin pria, juga tetangga terdekat. Dalam upacara selamatan tersebut calon pengantin wanita dirias oleh juru rias manten, yakni juru rias merangkap pimpinan upacara temu esok harinya. Selesai selamatan diadakan upacara midodareni, di mana calon pengantin putri sudah kelihatan cantik bagaikan bidadari, ia duduk sendirian di kursi pelaminan. Setelah upacara midodareni selesai pemuda dan kerabat calon pengantin wanita tetap tinggal untuk mengikuti acara lek-lekan yakni tidak tidur semalam suntuk dengan membuat hiasan-hiasan janur. Pada hari perkawinan pagi-pagi sekali calon pengantin wanita sudah harus mandi keramas dengan londo (air larutan merang dan jerami), sesudah itu rambut yang masih basah diberi wewangian, lalu diasapi dengan asap ratus (dupa wangi yang terdapat dari kemenyan dan serbuk kayu gaharu ditambah beberapa ramuan lain). Selanjutnya calon pengantin wanita dirias dengan diawali pemotongan rambut sinom (rambut tipis di dahi) beberapa saat sebelum ijab kabul dilaksanakan. Pengantin pria datang diiringi oleh kerabatnya, tetapi orang tuanya sendiri tidak boleh hadir. Orang tua pengantin pria baru boleh hadir kalau upacara ijab kabul dan temu selesai. Ini sebagai perlambang bahwa seorang pemuda yang berani menikah harus berani menikah sendiri tanpa ditunggui orang tuanya. Orang tua baru hadir setelah kedua pengantin didudukkan di pelaminan.


Upacara temu dilaksanakan di pintu masuk ruangan pelaminan. Sebelumnya kedua pengantin dibekali dengan sadak (gulungan daun sirih yang diikat dengan benang lawe). Sadak ini harus dilemparkan pada calon istri atau suami pada saat mereka ketemu dalam upacara panggih. Orang Jawa percaya, siapa yang paling dahulu melempar sadak akan dominan atau menang dalam kehidupan rumah tangganya. Kalau yang menang pengantin putri, anak sulung mereka mungkin sekali perempuan begitu pula sebaliknya. Pihak yang kalah selama hidup berumah tangga kelak akan selalu mengalah terhadap pasangannya.
Di pintu upacara panggih dipasang seuntai benang warna-warni yang disebut  lawe. Pengantin pria harus memotong benang itu, lalu menginjakkan kaki kanannya ke sebuah telur ayam kampung sampai pecah dan pengantin putri berjongkok membasuhnya dengan air kembang. Ini adalah sebagai perlambang bakti istri dalam melayani suami. Sesudah itu, pengantin wanita berdiri mendampingi suaminya, tangan kanan pengantin wanita menggandeng tangan kiri pengantin pria. Saat itu pula ibu pengantin wanita menyelimuti punggung kedua pengantin dengan kain sindur atau selindur dan memegang erat sindur itu di bahu keduanya. Sementara itu, ayah pengantin wanita berdiri di depan ke dua pengantin. Tangan kanan pengantin pria dan tangan kanan pengantin wanita memegang ujung beskap sang bapak, kemudian melangkah perlahan dengan membimbing kedua pengantin menuju kursi pelaminan. Langkah-langkah mereka diiringi oleh gending Kodok Ngorek atau Monggang.

Setelah kedua pengantin duduk di pelaminan, barulah orang tua pengantin pria datang. Kedatangan orang tua pengantin pria ini disebut dengan besan mertui. Kedatangan mereka disambut kedua orang tua pengantin wanita dengan diiringi gending Kebo Giro, yakni lagu penghormatan bagi tamu agung. Setelah mereka duduk, dilakukan upacara sungkem dimulai dari kedua orang tua pengantin kemudian kerabat lainnya. Di kiri dan kanan kursi pelaminan diletakkan kembar mayang yang dibuat dari daun kelapa muda serta beberapa jenis buah-buahan. Ini perlambang kedua mempelai adalah jejaka dan gadis. Sebelum memasuki ke peraduan ayah pengantin wanita memberikan keris pertanda pengakuan sebagai anggota kerabat dari keluarga pihak wanita diberikan kepada pengantin pria. Keris yang dinamakan kancing gelung itu merupakan tanda ikatan batin antara mertua dan menantu, tetapi jika kelak terjadi perceraian si menantu berkewajiban mengembalikan keris itu kepada mertuanya.


Hari kelima setelah upacara perkawinan dilakukan upacara boyongan, pengantin pria membawa istrinya ke rumah orang tuanya. Sebelum boyongan dilaksanakan, pihak keluarga wanita membuat jenang sumsum yang harus dimakan semua orang yang ikut aktif dalam penyelenggaraan upacara itu. Menurut kepercayaan orang Jawa, jenang sumsum ini dapat menghilangkan rasa lelah dan letih akibat pekerjaan yang mereka lakukan. Sementara itu, di rumah orang tua pengantin pria diselenggarakan persiapan ngunduh mantu, suatu upacara yang mirip resepsi pengantin masa kini. Upacara ngunduh mantu tidak selengkap upacara perkawinan, karena tujuan utamanya hanyalah memperkenalkan kedua pengantin kepada pada tetangga di lingkungan pengantin pria.

0 komentar:

Daftar Blog Saya

 

Selamat Datang Di ERICKVAND BLOG

Selamat datang di Blog saya, semoga saja kalian bisa mendapatkan apa yang kalian butuhkan diblog saya ini. Terima kasih Telah Berkunjung Di Blog saya,apabila berkenan silahkan berkomentar dan follow blog saya,mari kita saling berbagi ilmu tentang apa saja...

Sekilas tentang penulis

Nama saya Erickvand Tampilang,saya seorang Mahsiswa S1 pendidikan Biologi Diuniversitas Negeri Gorontalo.

Erick